Ada di Zona Merah, Begini Rawannya Jembatan Cisomang Tempo 1 menit

Antrean kendaraan dari arah gerbang tol Cikamuning menunggu giliran saat buka tutup jalur ke arah Jakarta via Purwakarta di Jalan Raya Bandung Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 27 Desember 2016. Pelarangan kendaraan besar melewati jembatan Cisomang di tol Cipularang membuat kemacetan terjadi di sepanjang jalur non tol Purwakarta menuju Bandung. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Sub Direktorat Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Agus Budianto mengatakan, hasil penelitian lembaganya memverifikasi konstruksi Jembatan Cisomang yang bergeser di Jalan Tol Purbaleunyi berada di zona kerentanan gerakan tanah tinggi, atau daerah merah. “Itu memang daerah zona gerakan tanah tinggi, merah, kalau terjadi hujan akan berpotensi bergerak kembali,” kata dia saat dihubungi, Rabu, 28 Desember 2016.

Agus mengatakan, lembaganya sudah memeriksa kondisi rupa bumi di lokasi konstruksi Jembatan Cisomang di KM 100+700 di Jalan Tol Purbaleunyi. Lapisan tanah di lokasi jembatan itu sama dengan lokasi tanah di jalan tol itu yang kerap bergerak saat hujan.

Pada peta kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan lembaganya juga menunjukkan lokasi jembatan itu berada di areal berwarna merah. “Peta itu potret tingginya potensi tanah bergerak,” kata dia.

Menurut Agus, di dalam tanah di bawah konstruksi jembatan itu terdapat lapisan lempung tutupan pasir dari formasi Jatiluhur. Lapisan itu di apit oleh lapisan tanah breksi vulkanik produk gunung api tua. “Batuan lempung itu karakternya kala kena air mudah mengembang dan licin, di sana juga kita melihat banyak rekahan,” kata dia.

Agus mengatakan, bukti fisik terjadinya gerakan tanah terlihat pada struktur tiang penyangga Jembatan Cisomang yang retak. Rembesan air sungai dan hujan masuk ke lapisan batuan lempung itu diduga menjadi pemicu tanahnya bergerak. “Fisik tanahnya sudah mendukung,” kata dia.

Menurut Agus, lembaganya merekomendasikan agar pengelola jalan tol itu memantau terus pergeseran yang terjadi pada pilar jembatan tersebut. Tipe gerakan tanah di lokasi jembatan itu dikategorikan rayapan. “Dia menunggu akumulasi energi yang panajng untuk bergerak lagi,” kata dia.

Agus mengatakan, perbaikan konstruksi Jembatan Cisomang harus mampu meredam gerakan tanah tersebut. “Tinggal berikutnya, mereka membangun konstruksi yang mampu untuk menahan jika tanah itu begerak kembali,” kata dia.

Opsi memindahkan jembatan itu ke lokasi lain di sekitar Jembatan Cisomang pun akan menemui lapisan tanah serupa. “Jalan tol itu memang melalui formasi batuan lembung, jadi memang inilah tantanganya ahli-ahli konstruksi untuk membangun di daerah rawan bencana,” kata Agus.

Sebelumnya, Direktur Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hedy Rahadian mengatakan, hasil pengukuran peralatan mengkoreksi pergeseran Jembatan Cisomang di KM 100+700 Jalan Tol Purbaleunyi. “Pergeseran maksimum beravariasi, maksimum 57 centimeter,” kata dia saat ditemui di lokasi perbaikan jembatan itu, Selasa, 27 Desember 2016.

Hedy mengatakan, pergeseran itu secara visual tidak terlihat, dan hanya bisa diketahui dari peralatan. Pergeseran yang dimaksud maksimum 57 centimeter misalnya berada di pilar 2, setinggi 40 meter yang berada di sisi Sungai Cisomang di bawah jembatan itu, dihitung dari posisi vertikal tiang itu saat berdiri normal. “Itu dari pengukuran alat, kalau kita tidak bisa melihatnya,” kata dia.

Pergeseran itu diketahui sektiar tiga minggu lalu saat pengelola PT Jasa Marga melaporkan adanya retakan di salah sattu tiang Jembatan Cisomang. Jembatan Cisomang sepanjang lebih dari 270 meter itu ditopang oleh 4 pasang tiang penyangga atau pilar jembatan. Pilar tertinggi sepanjang hampir 40 meter dengaan ditopang pondasi tiang pancang di bawah tanah sedalam 33 meter sampai 40 meter.

AHMAD FIKRI

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg